This picture from Enakei |
“Apa
yang akan kamu katakan ketika seorang lelaki yang bertahun-tahun menjadi
sahabatmu, tiba-tiba menyatakan bahwa ia menyukaimu secara tidak langsung?”
Aku
mengernyitkan hidung dan bertanya sedikit bodoh, “Maksudmu ‘secara tidak
langsung’?”
“Yah,
sesuatu seperti...” mendadak temanku menggantungkan kalimatnya dan mengendikkan
bahu.
“Orang
tuanya mengatakan kepadanya bahwa mereka setuju bila aku menjadi calon menantu,
dan ia mengatakan setuju pula dengan ‘setengah perrmintaan’ orang tuanya.” Wajah
temanku datar saja ketika mengatakan hal itu padaku, tapi aku tau ia gelisah yang
terlihat dari manik matanya yang hitam pekat.
“Apa?!”,
teriakku tiba-tiba, serta merta aku mengatupkan mulut dengan kedua tanganku. Terkejut
dengan teriakan ku sendiri dan terkejut karena perkataannya barusan. Kepalaku menoleh
ke sekeliling, berharap orang-orang tidak mendengar teriakan ku yang sedikit
nyaring atau katakan saja memang keras. Tapi gagal, pengunjung lain di Coffee
Cafe sedang memperhatikanku. “Ah, bodo amat”, hatiku membatin.
Kami
sedang menikmati es krim di salah satu kafe baru yang lumayan cozy. Mencoba makanan atau minuman di tempat
baru adalah salah satu hobi kami yang tidak tertulis. Kali ini kami memilih tempat
ini untuk mencoba es krim yang kata teman-teman kantorku enak sebagai tempat
untuk kami bersantai dan membagi cerita-cerita yang terjadi selama kami tidak
berjumpa. Teman-teman kantorku benar, es krim - es krim disini bener-bener
enak. Banyak pilihan es krim yang dapat dicoba, semua terlihat enak dan
menggiurkan. Aku memilih es krim dengan 2 cup rasa green tea dan chocolate dengan
3 topping jelly rasa coffee jelly, rainbow jelly dan lecchy jelly. Sedangkan temanku,
memilih es krim dengan 2 cup rasa chocolate
dan vanilla dengan 3 topping yang
sama dengan es krim punyaku.
Kembali
aku fokuskan pembicaraan pada cerita temanku ini.
“Kau
sendiri, apa yang kemudian kau katakan padanya ketika mendengarkan hal ini dari
mulutnya sendiri?”, mendadak tumbuh rasa penasaranku.
Kini
kembali ia yang terdiam, cukup lama. Seperti berusaha untuk menyusun kata-kata.
Dia menatapku perlahan. Aku bersabar menunggu. Beberapa detik kemudian
terdengar hembusan napas yang agak kurang teratur dikeluarkan dari hidungnya,
tanda ia gugup.
“Kau
tau? Aku tertawa, terbatuk-batuk dan cepat meminum air mineralku. Aku sedikit
tersedak, karena ketika ia mengatakan hal itu kami sedang berada di Bread Bakery dan aku sedang mengunyah pancakeku yang tadi rasanya sangat enak
sebelum ia mengatakan itu. Mendadak nafsu makanku hilang, tapi perutku masih
sangat lapar. Jadi aku terus saja mengunyah pancakeku”.
Aku
tersenyum saja mendengarnya bercerita, padahal aku ingin tertawa membayangkan
ia bertingkah seperti itu. Aku pikir itu sangat drama dan konyol. Setauku ia
selalu dingin ketika menerima pernyataan cinta dari para lelaki. Ah, mungkin
saat itu ia terlalu canggung dan sedikit shock. Yah, bayangkan saja. Ini sahabatnya
sendiri yang mengutarakan perasaannya.
Ku
perhatikan temanku mengaduk-ngaduk es krimnya yang sebagian sudah mencair. Ia mengunyah
perlahan coffe jelly, rainbow jelly, dan lechy jelly yang telah bercampur yang kini memenuhi mulut
mungilnya. Aku tunggu ia melanjutkan ceritanya sembari mencocoli kentang gorengku
dengan saus tomat dan memasukkan ke dalam mulutku. Yah kentang gorengnya
lumayan, tidak terlalu asin.
Ia
melanjutkan lagi ceritanya, “Aku katakan padanya, ‘Hal ini sangat aneh dan aku
berharap kau sedang bercanda. Kita sudah bertahun-tahun bersahabat. 6 tahun
bukan waktu yang sebentar untuk saling percaya dan menjaga persahabatan ini
sehingga menjadi kokoh dan kuat. Tolong, jangan kau hancurkan dengan mengatakan
hal berat seperti ini. Karena semua hal yang menyenangkan antara kita pasti
akan berubah tidak menyenangkan nantinya. Lagipun aku belum tertarik untuk
merajut tali percintaan dengan lelaki manapun. Apalagi itu kamu, sahabatku
sendiri’. Seperti itulah yang aku katakan padanya. Bagaimana menurutmu?”,
“Cool, I think, like your way as usual. Sesuai
dengan prinsip mu pula selama ini. Aku setuju saja. Aku tidak akan menyarankan
untuk kamu pikir ulang lagi perkataanmu padanya. Ah, tapi hal ini masih sangat
lucu bagiku. Kenapa ia tiba-tiba ‘menembak’ mu seperti itu. Apa ia tidak
berpikir kelanjutan persahabatan kalian setelah ini?”
“Entahlah,
mungkin ia sedang bodoh dan lupa.” Hanya itu yang ia katakan. Aku tak mengerti
apa yang ia maksud ‘bodoh dan lupa’ itu. Tapi aku juga tidak berniat
menanyakannya.
Hening
panjang kemudian mengisi ceritanya barusan. Terdengar desahan berat keluar lagi
dari mulutnya. Pasti ia sangat terbebani.
“Bodohnya
lagi, satu hari setelah kejadian itu tanpa sadar aku menampakkan wajah jelekku
pada semua orang dikantor. Aku berusaha untuk biasa-biasa saja. Tapi itu susah.
Aku berusaha untuk tidak bingung dan tidak memikirkannya. Aku anggap ini hanya lelucon ganjil. Dan cukup berhasil
sekarang.”Dia tersenyum. Dan aku pikir memang ia berhasil, meski sedikit.
“Selamat
kalau begitu”, ujarku pendek. Aku tidak memberi komentar atau pun bertanya lagi. Aku
rasa yang ia katakan kepada sahabatnya lebih dari cukup untuk tetap teguh
memegang prinsipnya selama ini. Ia tidak mau berpacaran, sama seperti aku juga.
Bukan karena kami tidak cantik atau kurang menarik. Maaf, bukan untuk memuji
diri sendiri, tapi kami ini wanita brilian dan cerdas yang tidak mau diperbudak
pirinsip jahiliyah bernama pacaran yang di anut banyak anak muda di zaman
modern ini. Bukan pula karena kami kolot dan kuno. Tapi karena kami hanya ingin
menjalankan hal yang benar sesuai dengan perintah Tuhan kami.
Aku
menghabiskan sisa es krim yang benar-benar sudah mencair. Juga kentang
gorengku. Mubazir kalau tidak dihabiskan.
Kemudian
temanku tidak mengatakan apa-apa lagi tentang ceritanya tadi. Aku pun tidak mau
menanyakan lagi, meski ada sedikit penasaran. Dia sudah tidak terlihat gugup
lagi. Kami kemudian menceritakan hal-hal lucu seputar kehidupan yang sekarang
kami jalani sekarang, tentang pekerjaan, keluarga, tentu saja tidak termasuk
percintaan. Kami sepakat bahwa menceritakan percintaan agak sedikit
membosankan. Kami pikir akan ada waktunya nanti kami pasti bertemu dengan
seseorang yang memang sudah pasti akan menjadi pasangan kami, bagian dari
takdir kami sebagai seorang manusia. Meski tidak tau kapan itu, tapi pasti akan
bertemu. Jadi sementara ini lebih baik untuk kami memilih berlomba memperbaiki
diri dan membaktikan diri untuk Tuhan dan sesama.
-End-
0 komentar:
Posting Komentar
tinggalkan komentarmu disini, maka aku akan berkunjung ke tempatmu... ^o^