gambar diambil dari sini |
20/06/2008
Mereka
bilang hujan itu pertanda buruk. Lihat saja warna yang diciptakan hujan.
Kelabu. Menyimpan penuh misteri dan terkesan sedih. Memang benar terlihat
seperti itu. Siapapun pasti akan merasa begitu. Tapi aku tidak mau
mempercayainya. Aku yakin pasti ada sesuatu dari hujan yang akan memberi ku
rasa bahagia dan takjub ketika melihatnya. Bertahun-tahun aku memperhatikannya dan
terus mempercayai hujan pasti akan menunjukkan sisi baiknya.
Dan…
Akhirnya
terjawab sudah.
Dibawah
atap kafe yang dihiasi tanaman menjalar, rinai hujan yang tertimpa cahaya
jingga di sore hari entah mengapa terlihat indah di mataku. Kupandangi rinai
hujan kali ini tanpa berkedip. Lamat-lamat ku pandangi ia jatuh turun perlahan
menyentuh daun-daun, bunga, ranting hingga ke tanah. Hujan menjawab doaku untuk
terus mempercayainya. Ia menunjukkan bahwa ia tak sekedar basah, dan memberi
gelap kelabu pada alam yang disinggahinya. Tapi ia memberi rasa suka cita
dengan tariannya bersama pantulan cahaya jingga di sore hari.
Diantara rinai hujan ini, aku
terus saja tersenyum tiada henti menatapmu. Kau balas tersenyum dan menatapku
lekat. Aku mengucapkan entah keberapa kali terima kasih untuk kedatanganmu sore
ini atas undangan yang kuberikan lusa kemarin. Undangan kencan pertama.
20/9/2008
Malam
minggu yang sedikit berhujan. Aku menjemputmu dengan senyum terkembang. Bunga
tulip putih kesukaanmu ku genggam erat ditangan kiri. Aku mengetuk pintu, dan kau membukanya. Aku berikan tulip putih itu kepadamu, kau pun tersenyum malu-malu. Senyum yang masih sama seperti
saat pertama kali kita bertemu beberapa bulan lalu.
Kau menggunakan dress hitam
selutut dengan bahu terbuka, menampakkan kulit putihmu yang putih bersih.
Sangat cantik dan indah. Aku menawarkan lenganku, tanpa penolakan kau lalu
menggamit lenganku. Aku sudah membayangkan kau pasti akan tersanjung dengan
kejutan romantis yang sudah aku persiapkan jauh-jauh hari.
Hujan
semakin deras diluar sana. Tetapi tidak menghilangkan kehangatan yang terjadi
di antara kita. Tidak jauh dari bayanganku, kau begitu takjub atas kejutan yang
kuberikan malam ini, hingga kau tidak dapat berkata-kata. Tampak dari matamu
yang sedikit basah karena terharu. Dekorasi serba putih dan indah yang sudah ku
pesan 2 minggu lalu. Dan sebuah cincin hitam
berbahan titanium dengan permata cantik yang kecil ditengahnya. Mahal tentu
saja. Khusus ku pesan untukmu di malam spesial ini.
Ku
dengar kau menjawab ya dengan tegas dari bibir mungilmu. Aku bahagia.
20/01/2009
Udara
menyisakan hawa dingin. Beberapa menit lalu hujan baru saja turun menghampiri bandara
ini. Cuaca mendung masih menggantung di langit dan tampak belum mau pergi.
Seperti hati kita yang turut mendung. Kau memelukku erat. Lama sekali. Seolah
tak ingin lepas dariku. Dan berbisik di telingaku seandainya waktu berhenti
saja untuk saat ini. Masih teramat singkat waktu untuk kebersamaan kita. Tapi,
kau harus pergi untuk beberapa waktu lamanya. Menggapai impianmu di negeri
kincir angin nun jauh disana.
Tenang
Jingga. Aku tetap akan menantimu dengan sabar. Aku akan hitung bilangan hari
juga bulan agar semakin terasa penantian ini. Berharap rindu yang sudah merayap
di hati tetap memupuk dan semakin membukit di sudut teristimewa hatiku.
Kau
melangkah pergi dengan berat. Matamu masih basah. Ah, waktu pasti akan menjadi
semakin terasa lama.
20/04/2009
Sudah
3 bulan sejak perpisahan kita di bandara kemarin. Aku masih setia dengan
rinduku. Kau pun tetap rajin mengirimkan kabar serta aktivitas harianmu di setiap
malam lewat e-mail sebelum kau beranjak pergi ke peraduan. Beberapa foto
bergambar di berbagai tempat yang kau kunjungi menghiasi layar komputerku. Ku
pandang lekat-lekat foto berbingkai hitam disamping komputer. Kamu dengan
senyum terkembangmu yang khas menghiasi wajahmu bersama tulip pemberianku juga
cincin hitam yang melingkar di jarimu yang kau tunjukkan saat aku membidikmu
dengan kamera ku.
Ah, Jingga… betapa aku rindu untuk bertemu kamu. Semoga kamu
selalu baik-baik saja disana.
20/10/2009
Tepat
setahun lebih sebulan sudah kita menjalin hubungan. Beberapa minggu terakhir
sepertinya kamu bertambah sibuk dengan aktivitasmu. Tidak seperti bulan-bulan
sebelumnya, kita masih sempat berkirim pesan via e-mail, ataupun bertatap muka
lewat webcam. Dan kini, sepertinya
semakin susah untuk menghubungimu. Setiap aku bertanya tentang kabarmu, kau
sepertinya menghindar dan menyimpannya sendirian.
Aku merasa disisihkan.
20/02/2010
Kau
meminta maaf padaku. Itu pesanmu 2 hari yang lalu. Ada apa, Jingga? Apa yang
terjadi padamu? Aku begitu gelisah. Aku kemudian memutuskan untuk segera
berangkat menyusulmu ke negeri kincir angin nun jauh disana. Membeli tiket
untuk pemberangkatan paling awal. Aku begitu kalut, dan tidak dapat fokus
dengan pekerjaanku sekarang. Beberapa proyek yang sudah dekat waktu deadline terpaksa
aku tinggalkan dan ku serahkan ke orang lain. Demi kamu, Jingga. Tunggu aku.
23/02/2010
Kamu…
Kamu begitu berbeda sekarang.
Aku
bahkan hampir tidak mengenalimu.
Kepala ku mendadak terasa berat. Perkataanmu
beberapa detik yang lalu menghujam jantungku.
Jingga…
24/02/2010
Kepalaku pusing dan terasa berat. Perlahan ku singkirkan selimut putih yang menutupi separuh
tubuhku. Ku langkahkan kaki menuju kamar mandi sambil tangan kiriku
masih berpegang pada dinding. Aku tidak ingat berapa botol vodka dan wine yang
kuhabiskan semalam. Kenapa aku bisa terdampar di kamar hotel atau
penginapan entah dimana ini. Tetapi, aku ingat dengan jelas rupa wajah dan pakaian yang
kau kenakan semalam. Membuat perutku semakin mual, dan berusaha memuntahkan
sisa-sisa minuman tadi malam.
Aku
membanting tubuhku ke ranjang. Ketidaksadaran menguasai tidurku. Entah
berapa lama.
25/02/2010
Salju
sedang turun di luar sana, perlahan.
Seorang
perempuan berjilbab lebar bermotif bunga biru kecil-kecil berbalut dengan gamis
hitam ditutupi jaket musim dingin yang tebal kini duduk dihadapanku dengan riak
muka yang tenang. Perempuan yang kucintai sejak setahun yang lalu, bahkan masih
hingga detik pertemuan ini. Wajahnya sangat sejuk. Bahkan lebih sejuk dari yang
ku kenal dulu.
Di
seberang meja kafe kopi dipinggiran sungai Rhine, kau menatapku penuh makna. Jeda
yang lama. Aku terdiam seperti orang bodoh. Tidak tahu harus memulai darimana,
persis sama seperti 2 hari yang lalu.
Banyak
pertanyaan yang hendak kutanyakan padamu, Jingga. Tetapi aku bingung memulainya
dari mana. Mungkin lebih baik kamu yang menjelaskan. Ucapku padanya.
Kau
bercerita tentang pertemuanmu yang tidak sengaja di kereta dengan seorang
kenalan. Tentang kegelisahan yang kau rasakan setelahnya. Pencarianmu akan jati
dirimu. Pencarian terhadap Tuhanmu. Dan kemantapan hatimu untuk berhijrah
menjadi seorang Jingga yang baru.
Aku
termangu dan mulai tergugu. Mendadak aku menjadi laki-laki yang bodoh
didepanmu.
Sepertinya
aku yang mencintaimu ini pun tidak bisa lagi menggoyahkan keputusanmu. Kamu sangat
yakin. Apa lagi yang bisa ku perbuat selain menyetujui semua ini. Meski sangat
berat untukku, Jingga. Aku melepaskanmu…
.
.
.
.
.
20/06/2011
Akhirnya
aku tau bagaimana cara melepaskanmu, Jingga.
Menyakitkan
memang awalnya. Tapi, ini satu-satunya cara.
Ikhlas…
20/06/2012
Aku
mendengar kau telah pulang ke Indonesia dari salah seorang temanmu beberapa
hari yang lalu. Rasanya rindu sekali ketika namamu disebut di telingaku,
Jingga. Aku ingin bertemu. Tapi, entah kenapa ada sesuatu yang menahanku untuk
bertemu. Aku ingat jilbab lebar yang menutupi rambut hitam kelammu.
Hari
ini kenangan 4 tahun lalu bersama kamu melintas dalam pikiranku. Memori tentang
kamu silih berganti, bagaikan sebuah film indie yang sedang berputar. Saat
nafsu dunia yang kita sebut “cinta” masih mengelilingi kita. Kita terjatuh ke
dalamnya. Seiring berjalannya waktu, kau yang perlahan meninggalkan kubangan
hitam itu. Sedangkan aku masih berusaha menggapai-gapai.
Tapi
kini berbeda, aku berusaha berbeda. Berbeda dari lelaki lainnya.
20/10/2012
Subuh
tadi hujan gerimis turun. Aku berdoa dalam sujud ku semoga pagi ini hujan tidak
berkepanjangan. Alhamdulillah, Allah menjawab doaku.
Rumahku
sudah dipenuhi oleh kerabat keluarga. Tepat jam 9 pagi nanti aku akan bertolak
menemui seorang gadis dirumah orang tuanya.
Aku akan melamar.
20/11/2012
Aku
sedang berada dikantorku. Memperhatikan kendaraan yang lalu lalang di luar
sana. Hujan sedang turun mengguyur. Tidak deras, tapi cukup untuk membasahkan.
Ibu
baru saja menelponku, dan menyebut beberapa permintaan serta menjelaskan
berbagai hal untuk persiapan awal tahun depan. Aku
hanya tersenyum mendengarkan ibu ku mengoceh dengan riangnya. Jelas, ia lebih
berbahagia di banding aku yang agak gugup sekarang. Begitu banyak yang harus
kupersiapkan.
Tidak
lama dering cellphone ku berdering lagi.
Sebuah nomor yang aku hapal dengan jelas diluar kepala. Ku angkat.
Prang!!!
Cangkir diatas meja kerjaku tersenggol tanganku, dan kini pecah berderai
dilantai.
Lantai yang Basah. Begitu pun mataku yang ikut basah.
20/12/2012
Kata
ibumu rambutmu mulai rontok karena pengaruh obat yang diberikan dokter. Kanker otak.
Penyakit yang diam-diam bersarang di kepalamu. Tak pernah sekalipun kau
menceritakan kepada siapapun.
Di
saat sakit begini pun kamu masih bisa
membuat aku terkagum padamu yang setia dengan jilbab lebar di kepalamu. Yang tampak
olehku hanyalah wajahmu yang begitu pucat. Beberapa selang sudah dicabut oleh suster.
Yang tertinggal hanya selang yang menempel dihidungmu, untuk membantumu bernapas.
Aku
tidak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Aku ingin marah? Tapi kepada
siapa. Aku begitu kecewa, tapi kepada siapa harus kuluahkan. Aku ingin memaki,
tapi Allah melarang kita melakukannya. Aku hanya bisa berdoa untukmu. Ini ujian
untuk kesabaranmu juga aku. Mungkin Allah ingin tahu seberapa besar keimanan
kita untuk tetap mencintaiNya dengan segala keterbatasan yang kita miliki
sekarang. Tetapi, di dalam hatiku ada sebuah keyakinan yang besar. Keyakinan untuk
mencintaimu dengan segala kekurangan yang kau miliki.
Aku mencintaimu karena
Allah.
20/01/2013
Tepat
di Jumat ini aku mengucapkan kalimat sakral. Aku memintamu kepada ayahmu. Semua
yang berada di mesjid ini menangis haru. Keluarga, kerabat dekat maupun jauh, dan
teman-teman kita turut berkumpul untuk mendoakan kebahagiaan kita.
Kamu
terlihat anggun dengan gaun syar’i berwarna putih bersih dan sederhana yang
kaun kenakan. Sedikit polesan diwajahmu untuk menutupi wajahmu yang masih
pucat.
Kamu
yang duduk diatas kursi roda menangis haru. Meski tampak lelah, tapi ada sinar terang berderang yang terpancar dari kedua bola matamu yang indah. Beberapa bulir air menetes di kedua
pipimu. Turut membasahi selang di hidungmu. Ibumu beberapa kali membantu
mengeringkan air matamu dengan tisu.
Aku
mendekatimu. Tanganmu yang kini kurus berusaha mengambil tanganku untuk kau
cium. Aku segera menyabut tanganmu yang ringkih. Aku mencium keningmu, lama.
Aku
mencintaimu, Jingga, karena Allah. Aku akan selalu berada disampingmu.
……………….
20/10/2013
Angin
semilir yang menyejukkan. Tanah yang basah oleh hujan semalam. Beberapa kamboja
putih bertaburan di sekitar. Tidak ada taburan bunga berwarna-warni. Tidak ada
nisan bertuliskan namamu. Hanya ada sebuah batu berukuran cukup besar sebagai
penanda kamu bersemayam disini. Sesuai permintaanmu, Jingga.
Satu
bulan sudah. Kita harus menyerah pada takdir yang telah Allah gariskan untuk
kita. Aku harus belajar lagi untuk bersabar dan menerima semua qada’ dan
qadarNya.
Tunggu
aku disana, Jingga. Aku masih sedang mempersiapkan diri untuk lebih layak duduk
bersanding denganmu di JannahNya sana, hingga Malaikat Izrail menjemputku.
Semoga
Allah meridhoi kita.
~End~
(Pontianak, 24/10/2013, diantara kertas yang bertebaran dan hujan yang mengguyur)
4 komentar:
wah ceritanya panjang sekali....saya izin ikut menyimak ya mbak...
kisah nyatakah ini...seorang gadis di kursi roda yang menemukan cintanya ..namun takdir berkehendak lain...benar-benar menyedihkan....
btw-aku juga lagi buat GA, dicari 32 orang blogger yg suka nulis dan corat coret untuk jadi pemenang buat dapatkan gift unik dari Makassar, Tana Toraja dan Martapura Kalimantan Selatan.....salam :-)
Thanks ya sudah mampir ke blog sy... :)
Alhamdulillah ini hanya fiksi mas.. :D
aku ikut, aku mau ikut GAnya...
Posting Komentar
tinggalkan komentarmu disini, maka aku akan berkunjung ke tempatmu... ^o^